Wakil Ketua MPR: Tarif impor AS naik bukan terkait hubungan bilateral

Wakil Ketua MPR: Tarif impor AS naik bukan terkait hubungan bilateral

Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengemukakan bahwa kebijakan tarif impor Amerika Serikat bagi Indonesia yang naik menjadi 32 persen bukan akibat refleksi hubungan bilateral yang sebenarnya, melainkan bagian dari gelombang proteksionisme global pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Ketika beberapa pihak menyalahkan strategi diplomasi pemerintah yang dianggap gagal, Eddy menyatakan tetap membela strategi diplomasi Presiden Prabowo Subianto yang sudah membaca arah kebijakan tarif AS tersebut.

“Karena itu, strategi Presiden Prabowo menjadi relevan, yakni dengan menghindari eskalasi, menjaga hubungan diplomatik, dan di sisi lainnya fokus pada penguatan struktur ekonomi dalam negeri,” kata Eddy di Jakarta, Kamis.

Dia menilai langkah diplomasi Presiden Prabowo sudah tepat dengan tidak memilih langkah reaktif dengan balasan tarif (retaliatory) karena hal itu justru akan memicu konflik dagang yang kontraproduktif.

“Langkah diplomasi Presiden Prabowo tetap pada koridor multilateralisme, menggalang dukungan dari negara-negara berkembang, memperkuat posisi di WTO, dan menjalin solidaritas dengan negara-negara BRICS dalam mewujudkan kebijakan ekonomi global yang lebih adil,” katanya.

Di sisi lain, menurut Eddy, Presiden Prabowo masih fokus pada upaya memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri dengan paket kebijakan deregulasi yang sudah dimulai dengan revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 agar pengaturan impor menjadi fleksibel dan tidak memberatkan pelaku usaha.

“Dalam sarasehan ekonomi dengan pelaku usaha Bulan April lalu, Presiden Prabowo secara tegas sudah menginstruksikan jajaran kementerian untuk melakukan deregulasi sektor riil dengan menghapus berbagai hambatan administratif demi menciptakan ekosistem usaha yang kompetitif dan efisien,” katanya.

Sebagai antisipasi terhadap dinamika politik global, menurut dia, Presiden Prabowo juga terus mendorong diversifikasi pasar ekspor dan mempercepat transformasi industri dalam negeri agar Indonesia tidak terus bergantung pada pasar-pasar tertentu.

Bergabung dengan BRICS, kata Eddy, bukan hanya langkah diplomatis, tetapi juga merupakan upaya Presiden Prabowo memperluas pasar ekspor Indonesia ke negara-negara emerging market.

“Karena jika berbicara proporsi ekonomi negara-negara BRICS maka ada peningkatan signifikan dari tahun 1995 hanya 17 persen, meningkat tajam mencapai lebih dari 30 persen pada tahun 2022,” katanya.

Dalam beberapa bulan terakhir, dia mengatakan bahwa Indonesia berhasil membuka akses pasar baru ke Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan.

Hal itu merupakan langkah konkret yang menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi kita tidak berpangku tangan pada satu kekuatan saja.

Ke depannya, dia yakin masih ada peluang bagi Indonesia untuk terus memperkuat langkah dalam melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat mengenai tarif Trump ini.

“Sebagai pimpinan MPR, kami mendukung langkah diplomasi Presiden Prabowo yang saat ini masih terus berupaya memanfaatkan window of opportunity melakukan pendekatan dengan pihak AS sampai dengan 1 Agustus nanti,” katanya.

0 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*