
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan bahwa Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Daerah Khusus Jakarta tercatat sebagai tiga provinsi dengan laporan tertinggi kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2024.
“Ini bisa mencerminkan akses pelaporan yang lebih baik, namun sekaligus menegaskan kerentanan perempuan di wilayah urban dan padat penduduk,” kata Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Ansor dalam acara “Diseminasi Laporan Sinergi Data Kekerasan terhadap Perempuan”, di Jakarta, Selasa.
Data tersebut terungkap dalam laporan sinergi data kekerasan terhadap perempuan yang merupakan hasil kerja sama KemenPPPA, Komnas Perempuan, dan Forum Pengada Layanan (FPL) periode data tahun 2024.
Sementara di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) menghadapi hambatan infrastruktur dan pendampingan yang membuat kasus sulit terlapor.
“Sebaliknya, pada wilayah 3T memiliki tantangan yang berbeda. Keterbatasan infrastruktur, jauhnya jarak layanan, serta minimnya pendampingan membuat banyak kasus tidak terlaporkan dan perempuan korban berada dalam kondisi yang sangat rentan,” kata Maria Ulfah Ansor.
Dalam laporan tersebut juga terungkap masih tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan pelaku mencapai lebih dari 7.500 orang, serta kekerasan seksual yang mencapai lebih dari 12.000 pelaku.
“Relasi kuasa yang timpang, ketergantungan ekonomi, serta normalisasi kekerasan masih menjadi akar dari banyak kasus ini. Perlu sinergi kuat untuk memastikan implementasi UU Penghapusan Kekerasan Seksual secara komprehensif dan berpihak pada korban,” kata Maria Ulfah Ansor.
Selain itu, laporan ini juga mencatat kasus pada kelompok perempuan yang menghadapi kerentanan berlapis, yakni penyintas disabilitas, perempuan dengan HIV-AIDS, pekerja seks, pekerja migran, pengguna narkoba, serta korban dengan keragaman identitas gender dan seksual.
“Jumlah yang tercatat mungkin belum mencerminkan kondisi sesungguhnya, karena banyak yang masih memilih diam. Tetapi kehadiran mereka dalam data ini adalah pengingat bahwa perlindungan tidak boleh diskriminatif,” tambahnya.