Pasar Tunggu Arah Kebijakan The Fed, Dolar Turun Tipis ke Rp 15.445

Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat tipis pada akhir perdagangan Selasa (10/09/2024) di tengah respon positif pasar terhadap wait and see rilis suku bunga bank sentral AS (The Fed).

Melansir dari Refinitiv, nilai mata uang garuda ditutup pada posisi Rp15.445/US$, menguat 0,03% dari harga penutupan akhir pekan kemarin Senin (09/09/2024).

Bersamaan dengan penguatan rupiah, indeks dolar AS (DXY) juga naik sebesar 0,06% ke titik 101,608 dari penutupan sebelumnya.

Nilai tukar rupiah menguat kali ini seiring dengan optimisme pasar terkait kemungkinan penurunan suku bunga acuan oleh The Fed. The Fed akan mengadakan pertemuan pekan depan.

Pasar masih menganalisis data tenaga kerja AS yang dirilis akhir pekan lalu, sehingga ekspektasi pemotongan suku bunga menurun.

Beragamnya data ekonomi pekan lalu, terutama laporan ketenagakerjaan Agustus, membuat investor menurunkan ekspektasi bahwa The Fed akan memotong suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) pada pertemuan kebijakan mendatang.

Kendati demikian, berdasarkan alat CME FedWatch Tool, mayoritas pelaku pasar optimis bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps dengan kemungkinan 71%. Hanya 29% yang memperkirakan penurunan sebesar 50 bps.

Sementara itu, dari China datang kabar yang sedikit mengecewakan, di mana inflasi pada Agustus hanya tumbuh 0,6% (year-on-year/yoy), lebih lambat dari perkiraan. Secara bulanan, inflasi meningkat 0,4% (month-to-month/mtm).

Menurut konsensus Trading Economics, inflasi China diharapkan tumbuh menjadi 0,7% (yoy) pada Agustus dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,5% yoy. Sedangkan inflasi bulanan diprediksi stabil di 0,3% (mtm).

Selain itu, melambatnya inflasi konsumen diikuti oleh penurunan indeks harga produsen (PPI) yang mencatat deflasi 1,8%, lebih dalam dari perkiraan 1,4% dan penurunan bulan sebelumnya sebesar 0,8%.

Perlu diingat, inflasi di China cukup rendah dan lambat di bawah ekspektasi. Ditambah dengan penurunan neraca perdagangan, hal ini semakin mencerminkan melemahnya ekonomi China, padahal China sendiri merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*