Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken kembali ke Israel pada hari Minggu (18/8/2024). Hal ini dilakukan untuk melanjutkan mediasi gencatan senjata di Gaza, Palestina. Sementara itu, seorang pejabat senior Hamas menolak “diktat-diktat Amerika” dalam perundingan.
Sebagaimana diketahui, Antony Blinken sudah kesembilan kalinya mengadakan lawatan ke Timur Tengah, sejak perang di Gaza meletus pada 7 Oktober lalu. Blinken diperkirakan akan bertemu dengan para pemimpin Israel sebelum perundingan gencatan senjata dilanjutkan di Kairo dalam beberapa hari mendatang.
Mengutip AFP, Para mediator AS, Qatar dan Mesir mengatakan bahwa perundingan untuk mencapai gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung lebih dari 10 bulan ini mengalami kemajuan, dan Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa “kita lebih dekat daripada sebelumnya”.
Namun, anggota biro politik Hamas, Sami Abu Zuhri, kepada AFP mengatakan bahwa tanda-tanda kemajuan setelah dua hari perundingan di Doha adalah “ilusi”.
“Kami tidak menghadapi kesepakatan atau negosiasi yang nyata, melainkan pemaksaan diktat Amerika,” katanya. Alasannya, perundingan sebelumnya yang dilakukan selama berbulan-bulan pembicaraan gencatan senjata telah terbukti tidak berdasar.
Namun, pertaruhannya telah meningkat sejak pembunuhan beruntun pada akhir Juli terhadap para pemimpin militan Hamas yang didukung Iran, termasuk pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh, dan karena krisis kemanusiaan di Jalur Gaza yang ditambah dengan adanya wabah polio yang mengkhawatirkan.
Setelah para mediator mengumumkan bahwa mereka telah mengajukan “proposal yang menjembatani” untuk menutup kesenjangan yang tersisa di antara kedua belah pihak yang bertikai, Hamas mengatakan bahwa mereka menolak “syarat-syarat baru” dari Israel dan menyerukan agar rencana yang digariskan oleh Biden pada akhir Mei lalu diimplementasikan.
Sebelum Blinken berangkat ke Tel Aviv pada Sabtu malam, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan “tekanan besar” pada Hamas untuk mencapai terobosan.
Kelompok Palestina serta beberapa analis dan pengunjuk rasa Israel menuduh Netanyahu menghambat kesepakatan untuk melindungi koalisi kanan-kanannya yang berkuasa.
“Kami memiliki seorang perdana menteri yang tidak begitu bersedia untuk membebaskan para sandera, untuk menyelesaikan perang, karena dia memiliki kepentingannya sendiri,” kata Yossi, seorang pengunjuk rasa berusia 53 tahun.