Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia masih terus terjadi hingga kini, karena banyaknya industri yang tengah kesulitan keuangan setelah dihantam pandemi Covid-19 dan turunnya daya beli masyarakat.
Adapun industri yang kini sedang terancam di Indonesia yakni sektor tekstil, di mana banyaknya pabrik tekstil di Indonesia yang tengah kesulitan dalam kondisi keuangannya membuat para pekerja pabrik tekstil tersebut pun terancam terkena PHK.
Beberapa penyebab pabrik tekstil di Indonesia di ujung tanduk yakni sulit bersaing dengan produk impor, pesanan tekstil di pabrik lokal masih lemah, dan lesunya permintaan di pasar global yang berimbas dari turunnya tingkat ekspor tekstil.
Tak hanya industri tekstil, banyak industri-industri di Indonesia yang juga kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Hal ini karena beberapa faktor seperti tingginya kompetisi bisnis, permintaan yang lesu, dan daya beli masyarakat yang masih lemah.
Sulitnya bertahan di tengah tingginya kompetisi bisnis maupun berbagai faktor lainnya, membuat perusahaan terkadang harus mengambil keputusan yang sulit. Salah satunya adalah pemotongan jumlah karyawan dengan melakukan PHK.
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja. Biasanya atas keputusan perusahaan atau tempat karyawan bekerja karena suatu hal. Meskipun keputusan awal ada pada pemberi kerja, tetapi sebenarnya perusahaan juga tidak bisa tiba-tiba memutus hubungan kerja tanpa sebab maupun karena alasan pribadi.
Namun, seseorang yang mengundurkan diri atau dengan sengaja tidak memperpanjang kontrak kerjanya dengan suatu perusahaan, meskipun mendapat tawaran perpanjang bisa juga dikategorikan PHK.
Berdasarkan UU Cipta Kerja yang telah disahkan bulan Maret tahun 2023 lalu, ada 15 alasan yang membuat perusahaan bisa mengambil keputusan PHK pada karyawannya, antara lain: