Gagal Cetak Rekor Baru, IHSG Melemah Dibebani Kinerja

Foto: Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (5/8/2024). Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau sudah mencapai 4% pada perdagangan sesi II. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah pada perdagangan sesi I Kamis (15/8/2024), meski sentimen pasar global cenderung membaik setelah data inflasi terbaru Amerika Serikat (AS) kembali melandai di bawah 3%.

Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,44% ke posisi 7.403,2. Meski terkoreksi, tetapi IHSG masih cenderung bertahan di level 7.400-an.

Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,02 triliun dengan melibatkan 9,3 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 605.185 kali. Sebanyak 247 saham menguat, 282 saham melemah dan 252 saham cenderung stagnan.

Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi penekan terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 0,83%.

Dari sisi saham, emiten perbankan Himbara PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menjadi penekan terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 9,3 indeks poin.

Berikut daftar saham yang menjadi penekan IHSG di sesi I hari ini.

IHSG cenderung melemah, meski sentimen pasar cenderung positif setelah data inflasi terbaru AS kembali melandai hingga ke bawah 3%.

Indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) AS naik moderat pada Juli lalu dan kenaikan inflasi tahunan melambat hingga di bawah 3% untuk pertama kalinya dalam hampir 3,5 tahun terakhir, membuka pintu lebih lebar bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk memangkas suku bunga bulan depan.

Dalam 12 bulan hingga Juli, harga konsumen AS meningkat atau terjadi inflasi 2,9%, pertama di bawah 3% dan kenaikan terkecil sejak Maret 2021. Harga konsumen naik 3,0% secara tahunan pada Juni lalu. Angka ini tentunya lebih baik dari ekspektasi pasar sebelumnya.

Estimasi ekonom untuk indeks harga PCE, tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah berubah, berkisar antara kenaikan 0,1% hingga 0,18%. Indeks harga inti PCE naik 0,2% pada Juni lalu. Inflasi inti diperkirakan naik 2,6% secara tahunan, sesuai dengan kenaikan Juni 2024.

Data inflasi konsumen melengkapi data inflasi produsen yang ikut melambat. Indeks harga produsen (producer price index/PPI) untuk permintaan akhir naik tipis 0,1% pada periode Juli setelah naik 0,2% tanpa revisi pada Juni, Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PPI naik 0,2%. Dalam 12 bulan hingga Juli, PPI meningkat 2,2% setelah naik 2,7% pada Juni.

Dengan melandainya inflasi AS, maka pasar semakin optimis bahwa The Fed dapat mulai memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan bulan depan.

Pasar keuangan mengantisipasi pemangkasan suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin pada September, diikuti oleh pemangkasan serupa pada pertemuan November dan Desember.

Berdasarkan perangkat FedWatch, peluang The Fed memangkas suku bunga pada Desember sangat besar. Bahkan lebih besar kemungkinan bank sentral Negeri Paman Sam itu menurunkan suku bunga sebanyak 50 basis poin (bp) menjadi 4,75% – 5,00% sebesar 51,5% dari saat ini 5,25% – 5,50%.

Setelah September, pada dua pertemuan berikutnya pasar meyakini The Fed kembali memangkas suku bunganya. Sebesar 25 bp pada pertemuan November dan 25 bp pada Desember. Sehingga pada akhir tahun suku bunga The Fed berada di 4,25% – 4,50%.

The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 5,25% – 5,50% saat ini selama setahun, setelah menaikkannya sebesar 525 bp pada tahun 2022 dan 2023.

Kas138

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*