Kelompok ilmuwan di China mengaitkan evolusi dinosaurus dengan nasib manusia masa depan. Dalam studi terbaru yang menggandeng peneliti Amerika Serikat (AS), para ilmuwan melakukan pemindaian CAT untuk menghasilkan gambar dan menganalisis rongga otak fosil tengkorak dinosaurus.
Hasilnya, dinosaurus dikatakan mengalami penurunan kecerdasan dari waktu-ke-waktu. Studi baru ini dilakukan China University of Geosciences, Institute of Vertebrate Palaeontology dan Paleoanthropology, Nanjing Institute of Geology and Palaeontology, bersama George Washington University,
Para ilmuwan lantas mengaitkannya dengan evolusi manusia di era teknologi. Peneliti meyakini bahwa evolusi manusia akan mengikuti pola evolusi dinosaurus jika terlalu bergantung dengan teknologi, dilaporkan South China Morning Post, dikutip dari MSN, Rabu (4/12/2024).
Kembali soal evolusi dinosaurus, peneliti menemukan dalam 100 juta tahun, tubuh dinosaurus menjadi lebih besar. Hal itu lantas berkontribusi terhadap penurunan kecerdasan, pendengaran, dan penciuman makhluk purba tersebut.
Indera penciuman pada spesies dinosaurus awal, Ceratopsia, lebih sensitif dibandingkan spesies dinosaurus akhir seperti Ceratopsida dan Protoceratops.
Tak cuma itu, pendengaran Ceraptosia juga memiliki frekuensi lebih tinggi dibandingkan Ceratopsida dan Theropoda non-unggas.
Ceratopsia yang dikenal dengan tanduknya merupakan dinosaurus herbivora yang hidup pada periode Jurassic dan Cretaceous.
Ceratopsia awal berjalan dengan dua kaki dan panjangnya satu hingga dua meter. Namun pada akhir periode Cretaceous, setelah hampir 100 juta tahun evolusi, Ceratopsia berjalan dengan empat kaki dan panjangnya mencapai sembilan meter. Mirip seperti Triceratops yang berevolusi hingga mampu melawan Tyrannosaurus Rex.
Salah satu peneliti, Han Fenglu, mengatakan Ceraptosia dalam evolusinya juga mengalami penambahan fitur pelindung untuk membantu mereka melawan dinosaurus karnivora dan predator lainnya.
“Makin besar ukuran mereka, kerentanan untuk menjadi mangsa makin berkurang. Lingkungan menjadi lebih aman bagi mereka dibandingkan pendahulu mereka yang lebih kecil dan selalu waspada terhadap ancaman dan mengandalkan kecepatan atau ketangkasan untuk melarikan diri,” kata Han.
“Ketika fungsi yang membantu dinosaurus tetap waspada tidak sering digunakan, fungsi tersebut menurun,” ia menambahkan.
Kaitannya dengan manusia, kata Han, mirip seperti efek ketergantungan terhadap teknologi. Jika terlalu mengandalkan teknologi untuk membantu menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, fungsi-fungsi otak dan indera manusia bisa menurun.
“Manusia kesulitan kembali hidup di hutan atau gurun setelah mengadopsi kehidupan modern. Kita harus mempertimbangkan cara mempertahankan ketajaman dan ketangkasan indera, serta kemampuan lainnya seiring dengan evolusi yang terus berlanjut,” kata dia.
Ia mengatakan saat ini manusia sudah sangat bergantung dengan teknologi dengan meningkatnya popularitas mesin dan sistem kecerdasan buatan. Makin lama, manusia akan makin bergantung dan tak bisa lepas dari alat-alat teknologi tersebut.
“Penemuan soal dinosaurus [yang bertambah bodoh] mengingatkan kita untuk tak terlalu bergantung [dengan teknologi],” kata dia.
“Dinosaurus tak memiliki kontrol untuk mengatur evolusi mereka. Sementara manusia memiliki kemampuan berpikir untuk mengatur tindakan dan pilihan,” kata dia.
Artinya, sebagai makhluk yang lebih merdeka dalam menentukan pilihan, sebaiknya kita menjaga keseimbangan saat berhadapan dengan teknologi. Jangan sampai teknologi benar-benar menguasai hidup kita sampai kita lupa untuk melatih kecerdasan alami.