Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah menjatuhkan perintah penahanan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu. Hal ini disebabkan dugaan pelanggaran perang yang dilakukan Israel selama menyerang wilayah Jalur Gaza, Palestina.
Selain Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant juga dijatuhi hal serupa. Tak hanya mereka berdua Kepala Militer Hamas Mohammed Deif juga dijatuhi perintah penahanan atas dasar pelanggaran perang.
Peringatan ini telah dijatuhkan kepada 124 negara dunia, termasuk negara-negara Eropa yang telah menjalin hubungan kerja sama dengan Israel. Namun ada juga negara yang menolak atau tidak akan patuh dengan perintah penahanan ini. Berikut daftarnya:
1. Amerika Serikat (AS)
AS sendiri menolak secara fundamental keputusan ICC. Bahkan negara itu mengaku khawatir.
“Kami tetap sangat prihatin dengan kesibukan jaksa penuntut untuk mengajukan surat perintah penangkapan dan kesalahan proses yang meresahkan yang menyebabkan keputusan ini”, kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional, dikutip AFP.
“Amerika Serikat telah menegaskan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas masalah ini,” tambah Paman Sam.
AS sendiri telah lama menjadi sekutu utama dari Israel. Negeri Paman Sam juga pernah memveto sejumlah resolusi di Dewan Keamanan PBB yang terkait dengan Negeri Zionis itu.
Di sisi lain, AS bukanlah negara yang meratifikasi Statuta Roma, yang menjadi dasar untuk keanggotaan ICC.
2. Rusia
Rusia menganggap perintah ICC terkait penangkapan Netanyahu sebagai sesuatu yang tidak penting. Hal ini diakibatkan Rusia juga menjadi negara yang tidak meratifikasi Statuta Roma, yang menjadi dasar untuk keanggotaan ICC.
“Kami tidak melihat ada gunanya mengomentari hal ini dengan cara apa pun karena keputusan ini batal demi hukum bagi kami,” katanya.
3. Argentina
Presiden Argentina Javier Milei menilai bahwa putusan ICC ini mengabaikan hak sah Israel untuk membela diri terhadap serangan terus-menerus oleh organisasi teroris seperti Hamas dan Hizbullah. Menurutnya, Israel saat ini sedang mendapatkan ancaman yang luar biasa dari kelompok itu.
“Argentina berdiri dalam solidaritas dengan Israel, menegaskan kembali haknya untuk melindungi rakyatnya dan menuntut pembebasan segera semua sandera,” ucapnya.
4. Hungaria
Menteri Luar negeri Hungaria Peter Szijjártó mengecam keputusan ICC yang ‘memalukan dan tidak masuk akal’ untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant. Menurutnya, hal ini telah meminggirkan serangan teror yang dialami Israel.
“Keputusan ini mempermalukan peradilan internasional dengan menyamakan para pemimpin negara yang diserang oleh serangan teror yang kejam dengan para pemimpin organisasi teroris yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan Perdana Menteri Viktor Orban. Ia bahkan mengundang Netanyahu untuk datang ke Hungaria.
“Surat perintah penangkapan CC terhadap Perdana Menteri Netanyahu tidak tahu malu, sinis, dan sama sekali tidak dapat diterima. Saya mengundang Perdana Menteri Netanyahu untuk kunjungan resmi ke Hongaria, di mana kami akan menjamin kebebasan dan keselamatannya,” katanya.
5. Paraguay
Kementerian Luar Negeri Paraguay mengatakan bahwa pihaknya menyesalkan keputusan ICC untuk menangkap Netanyahu. Asuncion menyebut hal ini telah mengabaikan hak Israel untuk membela diri.
“Keputusan ini melanggar hak sah Israel untuk membela diri. Paraguay dengan tegas menolak eksploitasi politik terhadap hukum internasional dan menganggap bahwa keputusan ini mengkompromikan legitimasi Pengadilan, selain melemahkan upaya untuk perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Timur Tengah,” lapor kementerian itu.
6. Austria
Menteri Luar Negeri Austria Alexander Schallenberg mengatakan bahwa surat perintah penangkapan bagi PM Israel Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Gallant sama sekali tidak dapat dipahami. Ia bahkan menyebut ‘tidak masuk akal untuk menyamakan kedudukan antara anggota pemerintahan yang dipilih secara demokratis dengan pemimpin organisasi teroris’.
“Kita tidak boleh lupa bahwa konflik di Gaza sangat asimetris: Di satu sisi ada Israel, satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah, dan di sisi lain ada organisasi teroris yang tujuan utamanya adalah menghancurkan Negara Israel,” ujarnya.
“Dengan segala hormat atas independensi ICC, keputusan ini merusak hukum internasional dan merugikan kredibilitas Pengadilan.”