
Rencana Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang ingin membangun tanggul laut raksasa (giant sea wall) tanpa sepenuhnya menggunakan beton mendapat tanggapan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP menyatakan pihaknya mendukung rencana tersebut, dengan catatan perlindungan ekosistem dan sumber daya nelayan tetap menjadi prioritas utama.
“Untuk giant sea wall memang ini menjadi prioritas, karena kami masukkan dalam RPJMN, tapi secara detail konsep pembangunan masih jalan, yang mana masih dibahas di level Bappenas,” kata Direktur Perencanaan Ruang Perairan KKP Abdi Tunggal Prianto saat ditemui di kantor pusat KKP, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Abdi menjelaskan, selain menjaga infrastruktur, KKP juga fokus pada keberlanjutan lingkungan, khususnya di Teluk Jakarta dan Pantura. “Concern kami adalah menjaga ekosistem dan juga sumber daya ikan yang ada di Teluk Jakarta, terutama di Pantura, dan juga menjaga aksesibilitas nelayan yang ada di sana,” jelasnya.
Karena itu, kata Abdi, KKP menyatakan pihaknya siap mendukung rencana AHY tersebut asalkan memperhatikan keseimbangan antara pembangunan fisik dan pelestarian ekosistem.
“Kami mendukung, namun memang aksesibilitas nelayan, ekosistem, dan juga sumber daya ikan itu tetap menjadi prioritas KKP untuk dijaga. Artinya, keseimbangan antara pembangunan fisik dan pelestarian ekosistem harus menjadi landasan kegiatan ini,” tegasnya.
Menanggapi soal kemungkinan penggunaan mangrove sebagai bagian dari tanggul alami seperti yang disebut AHY, Abdi menyatakan KKP sangat terbuka.
“Ya, karena konsepnya masih dibahas, kami akan memberikan semacam prioritas-prioritas untuk menggunakan metode-metode yang lebih natural, termasuk menggunakan mangrove,” kata dia.
Menurut Abdi, Teluk Jakarta menjadi area prioritas utama untuk pendekatan natural ini. “Sekarang ini prioritas kan masih di Teluk Jakarta. Di situ ada kawasan-kawasan mangrove yang harus dilindungi. Kemudian ada nilai-nilai yang harus diberikan akses dan sebagainya. Itu sementara menjadi prioritas kami untuk dirancang,” terang Abdi.
Sementara itu, untuk wilayah lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, Abdi menyebut pembahasannya masih berlangsung. Ia menekankan, pembangunan giant sea wall ini harus dirancang komprehensif, tidak hanya di pesisir, tapi juga memperhatikan pengelolaan dari daratan hingga sumber daya air.
“Untuk yang di Jawa Tengah dan Jawa Timur masih belum ada. Sekali lagi masih dibahas di lintas kementerian untuk kesepakatan metode yang paling efektif. Karena ini bukan hanya di teluknya saja, kita harus komprehensif menata di atas, termasuk limbah dan sumber daya air yang dari atas itu diatur lebih komprehensif,” ujarnya.
Sebelumnya melansir detikFinance, AHY menegaskan pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall tidak akan sepenuhnya berupa beton sepanjang Banten sampai Jawa Timur. AHY mengatakan strategi untuk menanggulangi permasalahan pesisir di utara Jawa tak semua tempat butuh tanggul beton, bisa saja menurutnya menggunakan tembok alami semacam lahan mangrove.
“Jadi dikerjakan paralel lah. Misal pesisir utara Jawa tak semua jadi prioritas nomor satu. Ada beberapa yang masih bisa pendekatan lain, ada gray solution dan green solution. Bisa green solution pake mangrove dan sebagainya atau kombinasi beton dan green solution,” tegas AHY usai rapat di kantornya, Rabu (19/3/2025), dikutip dari detikFinance.
Dia memaparkan land subsidence atau penurunan tanah di pesisir utara Jawa memang terjadi. Hal ini harus segera ditanggulangi, namun bukan berarti semua jalan keluarnya adalah membangun tanggul beton.
Semua opsi harus dilakukan terlebih dahulu, misalnya saja pengurangan penggunaan air tanah yang membuat permukaan turun dan sebagainya. Bila semua opsi sudah dilakukan dan tidak memadai, baru lah tanggul laut dengan bentuk beton digunakan.
“Kalau semua tak memadai maka baru dipikirkan tanggul laut. Jadi selesaikan masalah